Sunday, July 1, 2012

Pesan berantai? Hati-hati Melanjutkan Rantai Berita

[imagetag]

"Hati-hati terhadap produk xx, xy dan xz, karena dapat menyebabkan ini dan itu, dan seterusnya". Pernah menerima pesan seperti itu? Atau bahkan ikut melanjutkan pesan tersebut sehingga jadi pesan berantai? Bila pernah, mungkin harus berpikir kembali saat melanjutkan pesan tersebut kepada kontak yang ada di handphone maupun email.

Saya pernah. Bahkan, saya sering menerima pesan tersebut. Pernah dalam satu bulan menerima 3 pesan. Redaksinya sama sampai titik atau koma. Dan 90% dari penerima, termasuk saya, melanjutkan pesan tersebut.

Seringnya menerima pesan seperti itu, membuat saya penasaran dan akhirnya mencoba bertanya kepada teman yang bekerja di salah satu perusahaan produsen produk yang disebut dalam pesan tersebut.

"Coba aja loe kontak orang yang ada di pesen itu. Ada kan nomer teleponnya," ujar teman saya. Jawaban singkat itu makin membuat saya penasaran.

Bermodalkan rasa penasaran, saya kontak nomer handphone seperti tertera pada pesan tersebut yang konon milik dr. Ismuhadi. Apakah yang terjadi? Jangankan diangkat dan bisa bertanya, nada sambungnya pun tidak terdengar.

Saya coba berkali-kali, setelah 4 kali mencoba, nomor tersebut fiktif alias bohong. Jika nomornya fiktif bagaimana dengan sosok dr. Ismuhadi?

Penasaran saya makin tak terbendung lagi. Kali ini saya mencoba peruntungan dengan menghubungi Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Jawabannya tidak ada dokter yang terdaftar atas nama Ismuhadi. Jika nomor dan dokternya fiktif, bagaimana dengan pesan yang disebar dengan mengatas-namanakan hasil riset yang dilakukan oleh oknum tersebut.

Saya pernah pula menanyakan masalah tersebut ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Jawabannya sama, tidak ada hasil riset tersebut. BPOM menegaskan bahwa berita tersebut adalah tidak benar, dan kandungan yang terdapat dalam produk itu tidak menyebabkan penyakit seperti yang disebutkan dalam pesan.

BLACK CAMPAIGN? Itu yang pertama terlintas. Menyesal. Terlalu reaktif dalam menanggapi sebuah pesan, sehingga turut serta menyebarkan pesan tersebut. Terpikir berapa besar kerugian yang timbul setelah pesan itu kembali disebarkan. Produsen dirugikan, karena produknya pastilah mulai dihindari konsumen. Dan yang lebih besar, turut menyesatkan konsumen yang tidak mengerti karena akses yang terbatas untuk melakukan cek terhadap berita tersebut.

"Marilah kita lebih kritis dan cerdas dalam menerima setiap informasi. Menelaah lebih dulu dan mencari kebenarannya. Apalagi, kini sudah ada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)," ujar teman saya yang lain, yang juga seorang penegak hukum.

Menurutnya, penyebaran pesan berantai yang menyesatkan acamannya pun tidak main-main. Pada pasal 27 ancamannya 1 tahun penjara dan denda 1 Miliar.

Dus, marilah menjadi generasi yang kritis dalam menerima informasi. Melakukan cek terhadap berita yang kita terima. Serta waspada dalam melanjutkan pesan berantai yang belum kita telaah isi dan kebenarannya. Waspadalah! Jangan sampai karena kecerobohan kecil, harus meringkuk dipenjara dan terkena denda 1 Milyar.
sumber

432215

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites