Nuansanya persis seperti hamparan karpet. Mulai dari tanah, batu, hingga pepohonan, semuanya dilapisi lumut. Bahkan dahan dan ranting pohon pun tak lepas dari balutan lumut. Saking tebalnya lumut, saat menginjak batu pun terasa empuk meski agak licin. Tidak salah jika kemudian penduduk menyebutnya 'Gunung Lumut. Sesuai namanya, Gunung Lumut (1.210 meter) di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, dipenuhi berbagai jenis lumut yang beberapa di antaranya sangat langka. Lumut bukan hanya menutupi tanah dan bebatuan, tetapi juga dahan dan ranting pepohonan karena udara di sekitarnya sangat lembab dan basah. Kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut luasnya sekitar 42.000 hektare dan puncak tertingginya sekitar 1.210 meter di atas permukaan laut (dpl). Tidak terlalu tinggi memang, jika dibandingkan dengan gunung-gunung yang ada di Pulau Jawa. Namun, uniknya gunung ini dibalut lumut. Balutan lumut sudah mulai terlihat pada ketinggian sekitar 900 meter dpl, sesuai dengan iklimnya yang basah, lembab, dan suhunya yang rendah.
Namun, pada ketinggian 900 meter, lumut baru terlihat sporadis di sela-sela batu, sekitar akar maupun batang pohon yang sudah tumbang. Hamparan lumut yang sangat tebal, baru terlihat pada ketinggian sekitar 1.140 meter dpl.Pada ketinggian 70 meter menjelang puncak gunung itulah terlihat hamparan lumut yang menutupi kawasan sekitarnya. Sejauh mata memandang, yang terlihat hanya lumut yang menutupi permukaan tanah, batu, dan pepohonan. Warnanya dominan hijau, tetapi ada juga yang berwarna hijau keputih-putihan.
Bentuknya sangat beragam. Ada lumut daun (Muski) yang bentuknya sporotil di atas, ada juga lumut hati (Hepaticeae) yang bentuknya seperti hati. Ada lumut yang menggantung halus dan panjang seperti meteor sehingga disebut Meteoridae, ada juga lumut Leucobryun, yakni lumut yang daunnya berwarna putih. Bahkan ada juga lumut Usnea yang menggantung seperti janggut, tetapi agak kasar seperti sabut kelapa. Saking kuat dan kenyalnya lumut ini, penduduk biasa menggunakannya sebagai isi bantal tidur pengganti kapuk.
Pada masyarakat lain, lumut ini digunakan untuk menghambat proses pengasaman pada gula nira. Ada pula yang menggunakan lumut ini sebagai bahan pembuatan jamu.
Hamparan Pacet
Tidak gampang menaklukan Gunung Lumut. Kendala terbesar terutama tebing yang sangat curam dan jalan setapak yang sangat sempit dan terjal. Bahkan, gunung itu penuh batu-batu tajam yang sangat licin karena dibalut lumut. Begitu salah menginjak, maka bisa tergelincir masuk jurang yang sangat dalam.
Selain lembab, kawasan gunung itu penuh pacet atau lintah yang siap mengisap darah setiap saat. Bukan cuma pacet tanah yang rakus darah, pacet daun yang warnanya indah, tetapi sangat ganas.
Beratnya medan saat mendaki Gunung Lumut akan terobati dengan beragamnya suara-suara binatang hutan. Selain beruk (Macaca nemestrina), juga terdengar lengkingan owa-owa (Hylobates muelleri) dan lutung merah (Presbytis rubicunu). Suara indah burung cucakrowo (Pycnonotus zeylanicus), murai (copsycus sp), dan burung tiung (Gracula religiosa) menjadi hiburan tersendiri saat mendaki Gunung Lumut.
Dr Chandradewana Boer, ahli burung (ornitologi) dari Universitas Mulawarman, Samarinda, mengidentifikasi sedikitnya ada 160 jenis burung di kawasan gunung itu. Jenis yang dominan ialah burung berparuh besar yang langka dan dilindungi, enggang atau rangkong (bucerotidae).
Beragam Jamur
Bukan cuma burung yang banyak terdapat di kawasan hutan lindung penuh bebatuan ini. Gunung Lumut juga kaya berbagai jenis jamur. Dr Djumali Mardji, ahli jamur (mikologi) dari Universitas Mulawarman, Samarinda, yang melakukan penelitian di kawasan Gunung Lumut, menemukan sedikitnya 120 jenis jamur. Dari jumlah itu, 40 jenis di antaranya ditemukan pada ketinggian 600-1.210 meter di atas permukaan laut.
jamur langka yang bagian atasnya berwarna hitam, sedangkan bagian bawahnya bisa mencetak sidik jari siapa pun yang memegangnya. Saat dipegang, sidik jari pada jamur itu berwarna merah, namun perlahan-lahan berubah menjadi hitam.2.Ramaria Largentii
0 comments:
Post a Comment