Suatu kali saya berada dalam sebuah perjalanan bisnis di Kota Pontianak, ibu kota Proviinsi Kalimantan Barat. Ini adalah kali pertama saya menginjakkan kaki di Bumi Katulistiwa yang dulu saya kenal lewat pelajaran Ilmu Bumi di sekolah.
Di waktu luang, mitra bisnis saya seorang keturunan Tionghoa Kalimantan, mengajak saya berwisata kuliner. Kami berdua menuju ke sebuah rumah makan khusus bakmi kepiting khas Pontianak yang konon sangat terkenal. Kedai bakmi yang sangat ramai dan terkenal ini juga dijuluki "bakmi tunggu", karena untuk menikmati semangkuk bakmi yang lezat itu, kita harus menunggu agak lama.
Kenapa? Konon kata teman saya, bakmi tersebut diolah semangkuk demi semangkuk, jadi cukup memakan waktu, di samping memang karena ramai pelanggan, sehingga kita harus sabar menunggu antrean.
Setelah menunggu sekian lama, akhirnya semangkuk bakmi yang mengundang rasa ingin tahu itu pun terhidang tepat di depan hidung saya. Tanpa menunggu lebih lama lagi, saya pun menyantapnya sampai ludes dan saya setuju bahwa bakmi ini layak direkomendasikan. Cuma sayang ketika mau nambah semangkuk lagi ternyata persediaan sudah habis.
Nah, dalam kehidupan nyata ini seringkali kita harus bersabar dan menunggu. Mulai dari menunggu semangkuk bakmi, hingga menunggu berita kelulusan ujian. Dari menunggu kelahiran bayi, hingga menunggu pengumuman kenaikan harga BBM.
Menunggu itu membutuhkan kesabaran. Menunggu adalah sebuah kualitas unggul seorang manusia, karena manusia yang tidak bisa menunggu tidak akan pernah menemukan kedamaian di dalam hatinya. Namun untuk bisa menunggu dengan tekun, kita perlu melatih kualitas kesabaran, seperti seorang petani dengan tekun menunggu saat panen.
Namun demikian, pengertian menunggu itu harus diartikan secara aktif, alih - alih menunggu secara pasif. Menunggu secara aktif, artinya menunggu dengan sebuah harapan, bukan hanya sekedar kepasrahan. Pasrah tanpa harapan berarti menyerah.
Seorang petani tidak hanya 'menunggu' saat panen, namun ia juga berjuang menyirami, menyiangi, memupuk, dan merawat tanamannya. Dia punya harapan akan panen yang melimpah dan secara aktif mengupayakannya dengan segenap hati.
Bagi seorang wanita yang menunggu sang kekasih, maka kesabaran dan harapan akan datangnya sang lelaki idaman akan membuatnya mempersiapkan diri dengan bersolek dan mengenakan wewangian yang pasti akan menyenangkan pujaan hatinya.
Dan bagi saya yang kelaparan, maka menunggu berarti rela berdesakan untuk ngantre dan membayar harganya demi semangkuk bakmi kepiting yang lezat. Mari belajar untuk menunggu secara aktif dan meningkatkan kualitas kesabaran kita, sehingga semakin hari kita semakin sempurna.
sumber
0 comments:
Post a Comment